Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya
adalah komoditas teh. Menurut Badan Pusat Statistik luas perkebuan teh di
Indonesia mencapai 111 ribu hektar yang terbagi kedalah 37 ribu hektar
perkebunan besar swasta, 23 ribu hektar perkebunan rakyat dan 51 ribu hektar
perkebunan besar negara. Perkembangan perkebunan teh di Indonesia tidak lepas
dari peran besar seorang Rudolf Eduard Kerkhoven yang mulai mengembangkan perkebunan teh di Gambung dari mulai tahun 1873
sampai dengan akhir hayatnya di tahun 1918. Perkebunan teh yang telah
dikembangkan oleh R. E. Kerkhoven saat ini dikelola oleh Pusat Penelitian Teh
dan Kina (PPTK). “Pohon-pohon teh di salah satu blok kebun yang dikelola oleh
PPTK saat ini telah berusia sekitar 120 tahun. Pohon-pohon di blok kebun
tersebut ditanam langsung oleh R. E. Kerkhoven pada tahun 1901”, Tutur Dr. M.
Khais Prayoga salah satu peneliti bidang pemuliaan tanaman PPTK.
Pucuk-pucuk dari
pohon-pohon yang ditanam sejak tahun 1901 memiliki citarasa yang khas dan
berkarakter karena berasal dari tanaman-tanaman teh asal biji yang sudah
"sepuh". Menurut Othniel Giovanni,
independent internasional tea teser and
reviewer pucuk-pucuk teh dari tanaman tua merupakan bahan teh yang baik
untuk dijadikan produk specialty tea.
“Hal tersebutlah yang menginspirasi PPTK untuk mengolah produk specialty tea dari tanaman tua warisan kolonial
yang selanjutnya dilelang dalam memperingati Dies Natalais PPTK ke-48” pada 9 Januari 2021, tutur Khais.
Setelah melalui
serangkaian pengujian dan penelitian akhirnya tim peneliti Pengolahan Hasil dan
Mutu PPTK menghasilkan produk teh oolong dan teh hitam yang memiliki citara
yang unik dan khas. Menurut Othniel, teh oolong yang berasal dari pucuk tanaman
120 tahun yang diolah oleh PPTK sangat beraroma buah dan bunga, memiliki after taste yang kokoh dengan warna
seduhan keemasan, bening dan berkilau dengan banyak bulu putih
dari kuncup teh. Untuk teh hitamnya Othniel
G. menilai bahwa
tehnya sangat beraroma bunga seperti bunga kamboja dan bunga cempaka, memiliki
rasa yang kompleks, dan cairan yang kental dengan tekstur berminyak di
langit-langit mulut.
Lelang kedua specialty
tea tersebut dilakukan dengan harga pembuka masing-masing Rp. 500.000,- untuk bobot 250 gram.
Kegiatan lelang berlangsung sengit. Waktu pelaksanaan lelang pada masing-masing
specialty tea adalah 25 menit.
Sebanyak 30 peserta saling memberikan penawaran untuk mendapatkan kedua specialty tea tersebut. Setelah melalui
peserta saling beradu penawaran akhirnya untuk Specialty Tea Oolong 1901 dimenangkan oleh Oza Sudewo asal Bandung
dengan penawaran Rp. 2.000.000,-, sedangkan untuk specialty tea hitam 1901 dimenangkan oleh Arif Rakhman Faris asal Malang
dengan penawaran Rp. 2.100.000,-. Oza menjelaskan dirinya tertarik mengikuti
lelang karena produk specialty tea ini berasal dari pohon tua yang telah
berusia 120 tahun dan ingin menghargai teh Indonesia. Sementara itu, Arief tertarik mengikuti
lelang ini karena ingin memberikan hadiah terindah kepada sang istri yang
sangat mencintai teh.
Kepala Pusat
Penelitian Teh dan Kina Dr. Erwinsyah menyampaikan bahwa ‘its not about how much, but how people respect to the
historical value of the legend of tea’ dan suatu penghargaan atas
kesuksesan perjuangan R. E. Kerkhoven dalam membangun perkebunan teh di
Indonesia. Melalui kegiatan ini diharapkan tingkat kesadaran dan kepedulian
terhadap komoditas teh Indonesia semakin meningkat, karena teh Indonesia
sesungguhnya memiliki kualitas yang mampu bersaing dengan negara-negara
produsen teh lainnya. Hasil dari lelang ini
diperuntukan untuk kegiatan riset komoditas teh dan kina.
Narasumber:
1.
Dr. Erwinsyah: Kepala
Pusat Penelitian Teh dan Kina
2.
Dr. M. Khais Prayoga:
Peneliti Bidang Pemuliaan Tanaman/Penanggung Jawab Kegiatan Lelang
3.
Othniel Giovanni: independent internasional tea teser and
reviewer
4.
Oza Sudewo: Pemenang
lelang teh oolong 1901
5.
Arif Rakhman Faris:
Pemenang lelang teh hitam 1901
